Laporkan Penyalahgunaan

Arsip Blog

Label

Langsung ke konten utama

Adat Pernikahan Masyarakat Ternate

Pernikahan adalah proses pengikatan janji suci antara kaum laki-laki dan perempuan. Upacara pengikatan janji nikah ini yang dirayakan atau dilaksanakan oleh satu orang pria penerima sakral suci dan satu wanita dengan maksud meresmikan ikatan pernikahan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial.

Upacara tradisional / Adat Pernikahan :

Upacara pernikahan secara tradisional dilakukan menurut aturan-aturan adat setempat. Indonesia memiliki banyak sekali suku yang masing-masing memiliki tradisi upacara pernikahan sendiri. Dalam suatu pernikahan campuran, pengantin biasanya memilih salah satu adat, atau adakalanya pula kedua adat itu dipergunakan dalam acara yang terpisah.

 

1.1              Tujuan Perkawinan Adat

1.      Bertujuan untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut garis kebapakan atau keibuan atau keibu-bapakan;

2.      Bertujuan untuk kebahagiaan rumah tangga keluarga atau kerabat;

3.      Bertujuan untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya dan kedamaian;

4.      Bertujuan untuk mempertahankan kewarisan.

 

1.2              Ayat dan Hadits Tentang Pernikahan

QS. Ar-Rum Ayat 21

·         وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

21. Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.


Hadits Tentang Pernikahan :

-          Menikah untuk menjalankan sunah rasul. Berikut ini hadisnya :

“Ada empat perkara yang termasuk Sunnah para Rasul : Rasa malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah.” (HR. At-Tirmidzi no. 1086).

-          Memilih pasangan menurut kriteria. Berikut ini hadisnya :

“Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan HR. Muslim no. 1466).

 

1.3              Tahapan-Tahapan Adat Pernikahan Masyarakat Ternate



A.    Sigado Salam (Menyampaikan Salam)

B.     Wosa Lahi (Masuk Minta)

C.     Kata Bido Se Hena Ma Ija (Antar Belanja)

D.    Fere Wadaka (Dipingit)

E.     Kata Rorio / Yaya Segoa (Memperat Tali Silaturahmi)

F.      Hodo Jako (Mandi dari Tiga Tabung Bambu)

G.    Banikah (Ijab Kabul)

H.    Paha Ngongowa

I.        Suba Yaya Se Baba (Sembah Sujud Kepada Kedua Orang Tua)

J.       Saro-Saro

K.    Ngogu Adat (Makanan Adat)

 

1.3.1             Sigado Salam (Menyampaikan Salam)

Proses tata cara perkawinan adat Ternate diawali dengan menyampaikan salam atau dalam bahasa Ternate disebut Sigado Salam. Salam dimaksud disampaikan dari pihak keluarga calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai perempuan.

Disaat sigado salam dari pihak laki-laki yang biasanya diwakili oleh anggota keluarga tertua atau pemangku adat sebagai utusan dengan maksud sehari dua pihak keluarga mempelai laki-laki dalam waktu satu atau dua hari nanti akan datang bertamu ke rumah mempelai perempuan.

Setelah mendengar salam yang disampaikan dari utusan mempelai laki-laki, maka dengan rasa hormat dari pihak mempelai perempuan menyambut salam dari utusan mempelai laki-laki bahwa salam mereka telah terima.

 

1.3.2             Wosa Lahi (Masuk Minta)

Pihak mempelai laki-laki melakukan persiapan pada acara (Masuk Minta atau Wosa Lahi). Makna Wosa Lahi atau masuk minta secara harfiah berarti melamar atau meminang.

Lamaran dilakukan oleh pihak laki-laki dengan mengutus sesepuh atau keluarga tertua atau kerabat yang memiliki ikatan keluarga yang diserahi tugas sebagai utusan, utusan ini dalam bahasa Ternate disebut dengan Baba Se Ema Yaya Se Goa. Setelah tiba pada hari yang telah ditentukan, utusan Baba Se Ema Yaya Se Goa dari keluarga mempelai laki-laki menuju ke rumah calon mempelai perempuan.

Maka dari pihak mempelai perempuan dengan kabasaran mengangkat Subah (salam) untuk menerima kehadiran utusan Baba Se Ema Yaya Se Goa dari mempelai laki-laki. Sebelum mengadakan kesepakatan, pihak mempelai perempuan menyuguhkan pinang dan sirih yang melambangkan (Ikatan Keharmonisan dan Saling Menghargai dari Kedua Keluarga Tersebut).

Setelah upacara makan pinang dan sirih, utusan Baba Se Ema Yaya Se Goa dari pihak laki-laki menyampaikan maksud kedatangannya. Yaitu meminang salah satu anak perempuan dari keluarga tersebut. Sekaligus mohon penjelasan dan jawaban dari pihak calon mempelai perempuan.

Setelah mendengar maksud kedatangan utusan pihak tersebut pihak keluarga calon mempelai perempuan yang menyetujui dan merestui maksud dan tujuan utusan Baba Se Ema Yaya Se Goa, secara bersama-sama menentukan waktu untuk antar belanja atau yang dikenal dalam bahasa Ternate disebut harga pinang dan sirih, serta penentuan hari dan bulan perkawinannya.

 

1.3.3             Kata Bido Se Hena Ma Ija (Antar Belanja)

Mengantarkan belanja dalam bahasa Ternate (kata bido se dufahe maija) dari utusan calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai perempuan disaat prosesi masuk minta atau wosa lahi.

Antar belanja atau kato bido se hena maija yang dilakukan oleh baba se ema yaya segoa dari utusan calon mempelai laki-laki, dengan mengandung makna bahwa bido se dufahe maija merupakan permintaan dari pihak mempelai wanita yang menyangkut dengan kebutuhan dalam prosesi perkawinan dengan segala macam perjanjian yang harus dipenuhi oleh pihak mempelai laki-laki menjelang upacara perkawinan.

 

1.3.4             Fere Wadaka (Dipingit)

Upacara naik wadaka atau dalam bahasa Ternate disebut Fere Wadaka. Fere Wadaka secara harfiah memiliki makna bahwa sebelum dilangsungkan acara perkawinan maka calon pengantin utamanya mempelai perempuan melakukan tapak diri (naik lulur) yakni calon pengantin dipingit beberapa hari dalam kamarnya sambil dilulur dengan bedak tradisional, kemudian dilakukan pensucian diri hingga tibanya acara kata rorio yaya segoa.

Gambar 1 Fere Wadaka (Dipingit)


1.3.5             Kata Rorio / Yaya Segoa (Memperat Tali Silaturahmi)

Kata rorio / yaya segoa dilakukan pada malam hari menjelang hari pernikahan, acara ini dihadiri oleh keluarga dari kedua mempelai, kerabat dan handaitolan dengan maksud menjenguk dan memberikan restu atas kelangsungan pernikahan dari mempelai dengan membawa bantuan apa adanya sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Makna yang terselip pada acara kata rorio yaya segoa adalah memperat tali silaturahmi atau sidoa gia yang tulus tanpa paksaan dari keluarga dan handaitolan.

 

1.3.6             Hodo Jako (Mandi dari Tiga Tabung Bambu)

Hodo Jako atau mandi dari tiga tabung bambu dilakukan pada waktu subuh menjelang hari pernikahan, sebelum mandi jako dilakukan mempelai telah melakukan naik wadaka terlebih dahulu dengan melulurkan seluruh tubuh dengan bedak tradisional yang diakhiri dengan mandi jako, dengan menggunakan

1.     Lesa-lesa (piring besar)

2.     Daun pohon bulah yang melambangkan mahligai rumah tangga

3.   Hate jiwa dan kano-kano (sejenis ilalang besar) yang melambangkan kesuburan rumah tangga yang akan dibangun

4.   Mayang pinang yang melambangkan kehidupan rumah tangga yang utuh seperti tangkai mayang

5.     Buah kelapa melambangkan pengertian bersama dari kedua suami istri dalam mengarungi bahtera rumah tangga

6.  Tiga buah tabung bambu dari sumber mata air yang berbeda yang melambangkan kepatuhan dan pengabdian kita kepada sang pencipta, agama dan penuh rasa kemanusiaan

 

1.3.7             Banikah (Ijab Kabul)

Ijab Kabul merupakan inti dari sebuah proses pernikahan, dalam tradisi Ternate sebelum melakukan ijab Kabul mempelai laki-laki diantar ke rumah mempelai perempuan yang diutus oleh pihak keluarga yang disebut baba se ema, yang diikuti oleh bunga lilin dan karo mangale, Mas kawin dan seperangkat pakaian mempelai wanita yang dibawa secara apik oleh anak-anak yang tergabung dalam rombongan baba se ema dan yaya segoa.


Gambar 2 Bunga lilin (Dayang-Dayang)

Kemudian disambut oleh pihak keluarga wanita dengan tradisi hadrat yang diiringi tifa dan rabana, untuk memasuki tempat pernikahan. Upacara pernikahan yang dilakukan secara Islam (Ijab Kabul) yang mengikat kedua pasangan mempelai menjadi sah sebagai suami istri.

Gambar 3 Ijab Kabul

Setelah Ijab Kabul suami atau mempelai laki-laki yang bermaksud menemui istrinya atau mempelai perempuan harus melewati tradisi fati ngara (pele pintu) maksudnya adalah menghalangi pengantin laki-laki yang akan menemui pengantin wanita dengan imbalan fang ngara atau bayar pintu yang dilakukan oleh pihak mempelai laki-laki.

Gere Se Doniru yang diawali dengan :

Upacara yang dilangsungkan begitu iringan mempelai pria tiba di pintu depan rumah dan pintu kamar mempelai wanita yang dihalangi oleh beberapa pemuda pemudi yang disebut Fati Ngara yang harus di "bujuk" dengan "ngara mo ngoi" taburan uang receh sesuai dengan kemampuan oleh pemuda pemudi pengiring mempelai pria, kepada Fati Ngara agar mereka berkenan membukakan pintu rumah mempelai wanita. Hal yang sama akan diulang lagi di muka pintu pintu kamar mempelai wanita.

 

1.3.8             Paha Ngongowa

Pihak mempelai laki-laki memasuki kamar mempelai wanita sekedar meletakkan tangan di atas ubun mempelai wanita yang memiliki makna bahwa mempelai pria dan wanita dengan sah menjadi suami istri. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian mas kawin oleh pihak mempelai laki-laki kepada mempelai wanita. 

Gambar 4 Mempelai Pria meletakkan tangan di atas ubun-ubun mempelai Wanita dan memakaikan mas kawin

Acara ini kemudian dilanjutkan dengan Upacara Joko Kaha dengan mempergunakan :

1.      Rumput fartagu yang terletak di atas sebuah piring yang melambangkan kehidupan dan kebahagian yang akan dijamah oleh kedua mempelai

2.      Sebotol air yang disiram pada kedua kaki mempelai yang melambangkan keteduhan dan kesejukan kehidupan yang menjadi sandaran bagi kedua mempelai

3.      Beras pupulak yang terdiri dari beras kuning, beras merah dan beras hijau melambangkan bermacam-macam suku yang menjadi sahabat dan kenalan bagi kedua mempelai

(Bunga dari lilin) yang berarti sinar kasih abadi atau yang dimaksud sebagai lambang penerangan abadi dalam hidup kedua mempelai.

 

1.3.9             Suba Yaya Se Baba (Sembah Sujud Kepada Kedua Orang Tua)

Kedua mempelai melakukan suba yaya se baba yaitu melakukan sembah sujud kepada kedua orang tua sekaligus melepaskan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dalam mengarungi bahtera rumah tangga mereka.

Gambar 5 Sembah Sujud Kepada Kedua Orang Tua


1.3.10         Saro-Saro

Acara tradisi perkawinan Ternate yang sangat menarik perhatian adalah upacara Saro-Saro, upacara yang dilakukan oleh ibu-ibu atau yang dikenal dengan yaya segoa ini. Setelah kedua mempelai menjalani prosesi pernikahan kemudian menempati tempat yang telah disediakan untuk upacara saro-saro, upacara ini diawali dengan subah (salam) dari kedua mempelai.  

Gambar 6 Saro-Saro

Kemudian dilanjutkan dengan upacara saro-saro yang diawali dengan (saro srikaya) yang melambangkan budi pekerti yang harus ditunjukan oleh kedua mempelai, (saro nanas) yang melambangkan kesetiaan sang istri terhadap suami dan (saro kobo) yang melambangkan sifat suami yang bertanggung jawab terhadap rumah tangga.

Acara saro-saro ini merupakan bentuk doa atau permintaan yang sifatnya ritual dengan makna yang filosofis mengandung simbol dalam bentuk pangan atau dalam bahasa Ternate disebut ngale secara yang disuguhkan kepada kedua mempelai dengan ciri khas dan sifat-sifat yang melekat pada diri manusia dan alam sekitarnya. Saro-saro merupakan tradisi perkawinan yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Moloku Kie Raha.

 

1.3.11          Ngogu Adat (Makanan Adat)

Ngogu adat atau makanan adat ini disuguhkan pada acara perkawinan masyarakat Moloku Kie Raha yang merupakan ungkapan rasa syukur dalam bentuk cara sengale dalam pelaksanaan hajatan perkawinan.

Makanan adat Ternate yang kita kenal saat ini dibagi dalam dua bentuk yaitu Dodego nunau I yaya segoa dan Dodego foheka mi yaya segoa. Kedua bentuk tersebut pada prinsipnya memiliki makna yang sama akan tetapi secara harfiah Makna sesungguhnya dari dodego foheka mi yaya segoa adalah melakukan saro-saro dari kedua mempelai sedangkan dodego nanau I yaya segoa yang terdiri dari para pemangkut adat, imam, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan para undangan yang menerima salam atau koro bersama-sama membacakan doa.

Dilanjutkan dengan suguhan makanan adat, yang terdiri dari :

1.      Pali-pali atau sepuluh potong nasi jaha yang melambangkan armada laut (juwanga)

2.      Dada atau kukusang (nasi tumpeng) melambangkan demokrasi dan kesatuan

3.      Ikan dan terong melambangkan cing se cingare kehidupan lelaki dan perempuan

4.      Gulai melambangkan kekayaan laut dan daratan

5.      Bubur kacang hijau melambangkan kesuburan dan kemakmuran

6.      Srikaya melambangkan budi pekerti dan tata karma masyarakat Ternate

7.      Empat buah boboto melambangkan kekuatan empat momole

 

Bentuk jaha dan kukusan menggambarkan keadaan alam Maluku Utara yang terdiri dari gunung-gunung dan pulau-pulau, sedangkan ikan dan sayuran melambangkan kekayaan laut dan daratan.

Empat macam bumbu yang digunakan untuk memasak ikan menunjukkan bahwa penduduk asli Maluku Utara terdiri dari 4 soa, yaitu: Soa sio, Sangaji, Soa Heku dan Soa Cim.

Sedangkan daging dan boboto adalah jenis masakan yang muncul disebabkan oleh pengaruh dari luar (para pendatang).

Dari sajian makan adat tersebut pada umumnya disajikan dalam satu paket atau dalam bahasa Ternate disebut ngogu rimoi dibagi empat orang Gogoro (undangan) yang hadir mengikuti upacara tersebut.


Anggiah Salim adalah seorang yang memiliki hobi menulis, bernyanyi dan menyukai olahraga badminton. Ternate, Maluku Utara.

Komentar